Langsung ke konten utama

PERTANIAN BERKELANJUTAN BERBASIS SISTEM PERTANIAN ORGANIK


Setiap musim tanam selalu saja petani kita “berteriak” memelas karena pupuk langka. Sering pula hama yang ada berubah makin ganas dan menjadi kebal terhadap “obat” pertanian yang ada. Kemudian, walaupun ada sebagian petani dengan bercocok tanam secara organik, namun ternyata pupuk organik sulit didapat dan tergantung juga pada produsen pupuk (organik). Ketiga hal ini paling tidak menunjukkan bahwa pola pertanian kita masih jauh dari standar berkelanjutan.

Ada beberapa definisi yang menjelaskan batasan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Secara garis besar Zamor (1995) mengemukakan kriteria sistem pertanian berkelanjutan, yakni: Keberlanjutan Secara Ekonomi, Pola pertanian yang dikembangkan bisa menjamin infestasi dalam bentuk tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan petani, dan hasil yang didapat petani mencukupi kebutuhan keluarganya secara layak. Keberlanjutan ekonomi berarti juga meminimalkan atau bahkan meniadakan biaya eksternal dalam proses produksi pertanian.

Dalam poin keberlanjutan ekonomi ini, masih banyak terlihat bahwa petani (dan pertanian) kita belum sustain secara ekonomi dalam pengelolaan pertaniannya. Sebagai contoh, di lapangan penulis banyak menjumpai petani yang harus (terus-menerus) berutang menjelang musim tanam (untuk biaya produksi dan alat). Ketergantungan petani atas input dari luar (terutama pupuk dan pestisida) adalah bukti paling nyata.


Jadi kita harus memulai (saat ini juga) memperkenalkan kepada para petani kita beberapa alternatif model pertanian, semisal LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture). Dimana dengan LEISA ini kemandirian petani lebih terjamin, selain itu juga ramah lingkungan. Di beberapa tempat lain, system pertanian hutan-tani (agroforestry) justru dapat menjadi jalan keluar.



Keberlanjutan Ekologi

Keberlanjutan ekologis adalah upaya mengembangkan agroekosistem agar memiliki kemampuan untuk bertahan dalam kurun waktu yang lama melalui pengelolaan terpadu untuk memelihara dan mendorong peningkatan fungsi sumber daya alam yang ada. Pengembangan sistem juga berorientasi pada keragaman hayati (biodiversity).

Praktik-praktik budidaya tanaman yang menyebabkan dampak negatif pada lingkungan harus di hindari. Penulis menjumpai di lapangan, bahwa petani sering menyemprot pestisida pabrikan walaupun tidak ada hama. Seolah ada ketakutan yang dalam jika tidak disemprot pastilah akan kena serangan hama. Tanaman melon di Kab Sukoharjo Jateng misalnya, sejak menjelang berbunga hingga menjelang panen, dapat di semprot dengan pestisida hingga tiga kali sehari oleh petani.

Saking akrabnya petani dengan pola asal semprot-semprot ini ditunjukkan dengan kebiasaan mereka menyebut pestisida sebagai obat. Padahal pestisida adalah racun (pest=hama sida=racun) bukan obat. Bahkan banyak pula petugas penyuluh yang menyebut pestisida sebagai obat. Padahal sudah banyak ulasan tentang bahaya residu pestisida terhadap petani, lingkungan dan konsumen.

Hal lain, kebiasaan menyemprot pestisida secara over-dosis ini dapat menyebabkan tumbuhnya kekebalan pada hama yang selamat. Sehingga generasi hama berikutnya tidak lagi mempan disemprot dengan dosis yang sama, atau pestisida yang sama. Di lapangan dijumpai kebiasaan petani meng-oplos berbagai merk pestisida untuk mendapatkan hasil yang lebih ampuh (dalam banyak kasus, justeru penyuluh pertanianlah yang mengajarkan petani akan perihal berbahaya ini).

Selain berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan, syarat mutlak sistem pertanian berkelanjutan adalah keadilan sosial, dan kesesuaian dengan budaya lokal. Yakni penghargaan martabat dan hak asasi individu serta kelompok untuk mendapat perlakuan adil. Misalnya adanya perlindungan yang lebih tegas atas hak petani dalam penguasaan lahan, benih dan teknologi lokal yang sering “dibajak” oleh kaum pemodal.

Sistem yang harus dibangun juga menyediakan fasilitas untuk mengakses informasi, pasar dan sumberdaya yang terkait pertanian. Hal mana harus menjamin “harga keringat petani” untuk mendapat nilai tukar yang layak, untuk kesejahteraan keluarga tani dan keberlanjutan modal usaha tani.


sumber : http://pak-tani-ke-sawah.blogspot.com

By : Humas - MedInfo

Komentar

  1. sebenernya sudah ada slptt tapi belum menjangkau semua petani, dan kebanyakan petani berpendidikan kurang cukup sehingga sulit untuk diberi pengertian tentang pertanian yang ramah lingkungan.

    BalasHapus
  2. ini yang aku cari, makasih gan artikelnya.
    sharing juga ni, dengar-dengar blog jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia adalah blog baru yang cukup bagus menyediakan referensi seputar pertanian, sesuai dengan namanya jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia memang tidak hanya membahas teori saja, namun infonya juga bersifat aplikatif, karena itulah kadang juga saya mengunjunginya DISINI>> jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknik Persilangan Bunga Anggrek

Indonesia merupakan pusat keanekaragaman genetik beberapa jenis anggrek yang berpotensi sebagai tetua untuk menghasilkan varietas baru anggrek bunga potong, seperti Dendrobium , Vanda , Arachnis , dan Renanthera , maupun sebagai tanaman pot, seperti Phalaenopsis dan Paphiopedilum . Prospek tanaman anggrek dianggap masih sangat cerah untuk dikembangkan. Namun  potensi  ini  belum  dimanfaatkan secara proporsional, hal ini dapat dilihat dari nilai ekpor anggrek Indonesia yang hanya 3 juta US$ per  tahun. Angka  tersebut  termasuk kecil  jika dibandingkan dengan nilai ekspor Negara tetangga Singapura 7,7 juta US$ dan Thailand 50 Juta US$.  Sementara   potensi   perdagangan   dunia  150 juta US$ per   tahun  (Bank Indonesia 2004). Rendahnya produksi anggrek Indonesia  antara  lain  disebabkan  kurang  tersedianya  bibit  bermutu,  budidaya  yang kurang efisien serta penanganan pasca panen yang kurang baik. Untuk memenuhi permintaan pasar yang cenderung meningkat maka diperlukan ketersedi

PERKEMBANGAN EMBRIO DAN IMPLANTASI PADA MAMALIA

A. Fase Embrionik          Tahap awal perkembangan ternak mamalia diawali dengan peristiwa pertemuan/peleburan sel sperma dengan sel ovum yang dikenal dengan peristiwa fertilisasi. Fertilisasi akan menghasilkan sel individu baru yang disebut dengan zygote dan akan melakukan pembelahan diri/pembelahan sel (cleavage) menuju pertumbuhan dan perkembangan menjadi embrio.Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu : Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina. Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage) Tiga fase embrionik yaitu : 1. Morula Morula adalah suatu bentukan sel sperti bola (bulat) akibat pembelahan sel terus menerus. Keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat.Morulasi yaitu proses t

Agri Feature : Pohon Fast Growing Layak Dikembangkan di Indonesia

Tanaman Fast Growing Species (FGS) merupakan tanaman cepat tumbuh dan mempunyai masak tebang maksimal 15 tahun. FGS yang dikembangkan di Perum Perhutani diutamakan jenis-jenis valuable hardwoods . Kelebihan dari valuable hardwoods adalah : mempunyai nilai keuangan yang tinggi, harga yang baik, mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu, serta kegunaan yang luas mempunyai nilai produk akhir yang tinggi bisa diolah untuk kayu gergajian, plywood atau veneer