
Blog Resmi Kelompok Studi Ilmiah (KSI) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Kelompok Studi Ilmiah adalah unit kegiatan mahasiswa di Fakultas Pertanian UNS yang bergerak di bidang keilmiahan.
KSI (Kelompok Studi Ilmiah) adalah salah satu organisasi kemahasiswaan yang memiliki anggota-anggota sebagai pengurus yang siap melanjutkan perjuangan serta berkemauan tinggi dalam berkontribusi bagi almamater, bangsa dan negara. Pelantikan kepengurusan KSI FP UNS 2018 periode tahun 2018-2019 dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2018 dan bertempat di aula FP UNS yang tepatnya di gedung B lantai 2.
Penulis : Triyan Prastiwi
Editor : Silva
Ilustrator : Nona Chayanie
Tepat 57 tahun silam G30S PKI atau gerakan 30 September yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu sejarah pahit bagi pemerintah Indonesia pada waktu itu. Peristiwa tersebut terjadi tepat hari ini (30/9) pada tahun 1965. PKI merupakan salah satu partai tertua dan terbesar di Indonesia. Partai ini mengakomodir kalangan intelektual, buruh, hingga petani. Partai ini dapat dikatakan berhasil mengambil atensi dari rakyat Indonesia pada masa itu. Dibuktikan pada pemilu tahun 1955, PKI berhasil meraih 16,4 persen suara dan menempati posisi keempat di bawah PNI, Masyumi, dan NU.
Secara umum, G30S PKI merupakan peristiwa pemberontakan yang mengakibatkan korban dari kalangan petinggi militer Indonesia di malam 30 September 1965. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak Era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno. Beberapa hal lain yang menyebabkan mencuatnya gerakan tersebut adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI, sehingga pertentangan pun muncul di antara keduanya. Selain itu, desas-desus kesehatan Presiden Soekarno juga turut melatarbelakangi pemberontakan G30S PKI. Sejarah berdirinya PKI juga tak lepas dari Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), partai kecil berhaluan kiri yang didirikan oleh tokoh Sosialis Belanda. ISDV menyusup ke partai-partai lokal baik besar maupun kecil, seperti Sarekat Islam (SI). Peristiwa G30S PKI terjadi pada tahun 1965 dan dimotori oleh Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit, pemimpin terakhir PKI. Di bawah kendali DN Aidit, perkembangan PKI semakin nyata walaupun diperoleh melalui sistem parlementer.
Peristiwa G30S PKI terjadi pada malam hingga dini hari, tepat pada akhir tanggal 30 September 1965 hingga memasuki 1 Oktober 1965, PKI mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Di samping itu, gugur pula ajudan Menhankam/Kasab Jenderal Nasution, yakni Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, dan Brigadir Polisi Satsuit Tubun. Salah satu Jenderal yang berhasil selamat dari serangan PKI adalah AH Nasution. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak bisa diselamatkan.
30 September 1965 menjadi sejarah yang sangat memilukan bagi bangsa Indonesia dengan terbunuhnya para perwira tinggi negara di tangan PKI dengan cara yang sangat tidak lazim. Tanggal 30 September merupakan hari berkabung nasional bagi bangsa Indonesia. Setiap tanggal 30 September pemerintah mengimbau agar masyarakat mengibarkan bendera setengah tiang untuk memberikan penghormatan terhadap para pahlawan Indonesia yang terbunuh dalam tragedi G30S PKI.
Hari Tani Nasional ditetapkan pada 24
September 1963 yang bertepatan dengan disahkannya UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA 1960). Kala itu menjadi momentum
berharga bagi kaum petani Indonesia yang bebas dari penderitaan dan cengkraman
kolonialisme dari penjajah. UUPA 1960 menjadi upaya pemerintah untuk merombak
sistem pertanian dalam negeri dengan menjadikannya sebagai tonggak hukum
agraria di Indonesia. Salah satu pahlawan agraria bangsa yang memiliki peran
penting demi kesejahteraan masyarakat dari segi ketahanan pangan dan ekonomi
negara dikenal sebagai petani. Petani di Indonesia dapat memanfaatkan
tersedianya kekayaan agraria menjadi sumber utama mata pencaharian petani dan
menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.
Hal tersebut berdasarkan pada UUD
1945 Pasal 33 Ayat (3) yaitu, “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.” Apabila kemakmuran rakyat tercapai maka hal tersebut
merupakan salah satu bentuk sifat perlawanan terhadap sistem kolonialisme. Oleh
karena itu UUPA memiliki prinsip utama, yaitu menempatkan tanah untuk
kesejahteraan rakyat. Hal ini berangkat dari sejarah petani Indonesia yang
mengalami masa terpuruk selama penjajahan, dimana hak kepemilikan tanahnya
dirampas, tuntutan rodi, dan pungutan-pungutan lain yang merugikan.
Sebagai warga negara Indonesia, kita
memahami bahwa negara Indonesia sebagai negara agraris yang memerlukan peran
petani. Apresiasi dan penghargaan layak didapatkan untuk salah satu pahlawan
agraria kita ini. Pahlawan ini memberikan jasa yang luar biasa pada bidang
pangan. Akan tetapi, seiring dengan perubahan generasi serta digitalisasi,
berbagai bentuk permasalahan yang dialami petani pun ikut berubah, salah
satunya adalah kualitas sumber daya manusia yang berintegrasi dengan tingkat
adaptif perkembangan teknologi pertanian. Sudah seharusnya kita agar lebih
“peka” terhadap setiap permasalahan yang berkaitan dengan petani Indonesia,
serta kita dapat berperan dalam upaya pembangunan agraria dalam negeri.
Selamat Hari Tani Nasional, jangan
pernah melupakan sosok pahlawan agraria bangsa, karena tanpa jasa mereka
kebutuhan pangan tidak akan mampu terpenuhi. “Sektor pertanian dan pangan adalah soal hidup matinya suatu bangsa”-
Ir. Soekarno. Sikap menghargai pangan berarti juga menghargai jasa para petani
hebat yang telah mengelolanya, harapan dan dukungan kami untuk kesejahteraan
petani Indonesia dapat terus ditingkatkan demi kemajuan bangsa.
Semenjak
munculnya pertentangan antara dua negara super power yaitu Amerika Serikat dan
Uni Soviet. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah menjadi wilayah
persaingan, di mana kedua negara super power tersebut bersaing secara ideologis
selama perang dingin. Selain persaingan ideologi, situasi pada saat itu juga
dipenuhi dengan kekuatan militer kedua negara tersebut. Seiring berjalannya
waktu, negara-negara di kawasan Asia Tenggara akhirnya menyadari bahwa situasi ini
berpotensi mengganggu stabilitas dan keamanan nasional. Akibatnya, para
pemimpin beberapa negara Asia Tenggara sepakat untuk menyatukan negara-negara
Asia Tenggara untuk membuat asosiasi yang menjanjikan supaya lebih kuat dalam
menghadapi situasi saat ini bersama-sama.
Tekad
para pemimpin inilah yang menghantarkan pada sukses nya pembentukan sebuah
asosiasi yang disebut ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. ASEAN adalah singkatan
dari Association of South East Asian Nations. Selanjutnya, perwakilan negara-negara
Asia Tenggara menandatangani Deklarasi Bangkok, sebagai awal berdirinya ASEAN,
yang mengemban misi “One Vision, One Identity, One Community”.
Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pertama kali diselenggarakan di Bali pada tahun 1976.
KTT pertama membahas mengenai kesediaan negara-negara anggota ASEAN untuk
memperkuat hubungan yang saling menguntungkan. Kerja sama ini dimulai dari
bidang ekonomi, kesehatan, keamanan, pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan,
penanganan bencana alam, teknologi, dan politik.
Kerja
sama yang dilakukan oleh negara-negara Asia Tenggara menunjukkan adanya hubungan yang saling menguntungkan.
Berbagai macam perbedaan antarnegara inilah yang dapat saling melengkapi jika
disatukan. Pembentukan asosiasi tersebut juga diharapkan dapat melindungi dan
mengayomi serta mempersatukan negara-negara kawasan Asia Tenggara untuk
menciptakan kawasan yang aman, damai, stabil dan sejahtera.