Indonesia merupakan pusat keanekaragaman genetik beberapa jenis anggrek yang berpotensi sebagai tetua untuk menghasilkan varietas baru anggrek bunga potong, seperti Dendrobium, Vanda, Arachnis, dan Renanthera, maupun sebagai tanaman pot, seperti Phalaenopsis dan Paphiopedilum. Prospek tanaman anggrek dianggap masih sangat cerah untuk dikembangkan. Namun potensi ini belum dimanfaatkan secara proporsional, hal ini dapat dilihat dari nilai ekpor anggrek Indonesia yang hanya 3 juta US$ per tahun. Angka tersebut termasuk kecil jika dibandingkan dengan nilai ekspor Negara tetangga Singapura 7,7 juta US$ dan Thailand 50 Juta US$. Sementara potensi perdagangan dunia 150 juta US$ per tahun (Bank Indonesia 2004). Rendahnya produksi anggrek Indonesia antara lain disebabkan kurang tersedianya bibit bermutu, budidaya yang kurang efisien serta penanganan pasca panen yang kurang baik. Untuk memenuhi permintaan pasar yang cenderung meningkat maka diperlukan ketersediaan bibit dalam jumlah banyak. Oleh karena itu, untuk mengembangkan anggrek di masa mendatang, anggrek-anggrek alam ini dapat dimanfaatkan sebagai induk silangan dalam persilangan anggrek.
Tanaman Anggrek dapat dikembangbiakkan secara vegetatif dan generatif. Secara vegetatif tanaman anggrek dikembangbiakkan dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman seperti stek keiki, stek mata tunas, dan stek batang sympodial (Hendrayono 2000 dalam Andayani 2007). Cara perbanyakan vegetatif secara konvensional dianggap kurang menguntungkan karena diperlukan waktu lama untuk memperoleh tanaman dalam jumlah banyak. Cara perbanyakan generatif dilakukan dengan menggunakan biji yang secara genetis akan menghasilkan tanaman yang beragam namun akan dihasilkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Biji pada tanaman anggrek diperoleh melalui proses penyerbukan (pollinasi) yang diikuti dengan pembuahan. Persilangan pada tanaman anggrek tidak bisa terjadi secara alami kecuali pada jenis anggrek tertentu, oleh karena anggrek memiliki struktur bunga yang khas dengan kepala putik yang terletak di dalam maka sulit terjangkau serangga. Penyerbukan alami dengan bantuan angin juga jarang terjadi. Salah satu cara adalah penyerbukan dengan bantuan manusia. Penyerbukan dengan bantuan manusia dilakukan melalui persilangan/ hibridisasi. Persilangan ini dilakukan untuk memperkaya keaneka-ragaman genetik pada tanaman anggrek. Persilangan anggrek ini akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
Persilangan/ Hibridisasi Anggrek
Hibridisasi atau persilangan adalah metode dalam menghasilkan kultivar tanaman baru yaitu dengan cara menyilangkan dua atau lebih tanaman yang memiliki konstitusi genetik berbeda dengan tujuan untuk menggabungkan karekter – karakter baik dalam satu tanaman, memperluas variabilitas genetik tanaman melalui rekombinasi gen, dan untuk mendapatkan hibrid vigor. Pemilihan tetua atau kombinasi hibrid merupakan hal yang sangat penting dalam pemuliaan tanaman dan hal tersebut sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan program pemuliaan (Poehlman dan Quick 1983 dalam Damayanti 2006).
Hibridisasi atau persilangan dapat dilakukan secara alami dan secara mekanis dengan bantuan manusia. Pada persilangan alami dengan bantuan pollinator. Stökl et al. (2008) melaporkan hasil penelitiannya bahwa uji 33 bunga dari spesies O. lupercalis dan O. iricolor bahwa di lapangan, persilangan antara O. lupercalis dan O. iricolor dibantu secara langsung oleh pollinator A. morio dan A. nigroaeneamales. Semua spesies O. lupercalis yang diujikan ternyata mampu melakukan persilangan hanya dengan bantuan A. morio sementara itu pada jenis O. iricolor juga melakukan persilangan dengan bantuan A. morio dan hanya 20% tanaman (yang diuji) yang dibantu persilangannya oleh A. nigroaeneamales. Uji pada persilangan antara sesama F1 hasil hibridisasi antara O. lupercalis dan O. iricolor juga mampu melakukan persilangan sendiri dengan bantuan salah satu pollinator (36%) atau keduanya (28%).
Hibridisasi dapat dijadikan sebagai motor penggerak penganekaragaman tingkat tinggi variasi morfologi anggrek jenis Epidendrum. Adanya hibridisasi pada dua spesies Epidendrum dapat mengarahkan ke skenario kompleks evolusi retikular. Sejumlah besar benih hasil hibridisasi yang layak digunakan memiliki viabilitas dan fertilitas yang tinggi. Hasil hibridisasi akan disilangbalikkan dengan tetua asalnya untuk mengetahui sifat fenotip selanjutnya. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat pula dilakukan pendekatan genetik pada hibridisasi anggrek seperti yang dilakukan pada genus Epidendrum ( Marques et al . 2014 )
Bahan yang digunakan pada hibridisasi anggrek adalah tanaman anggrek yang telah berbunga dengan umur yang bervariasi. Namun pada umumnya tanaman yang digunakan dalam persilangan sebelumnya telah beberapa kali berbunga. Jenis anggrek yang akan digunakan jenis Phalaenopsis, Dendrobium, Vanda, Oncidium, Macradenia, Epicattleya dan Colmenara. Ketujuh jenis anggrek tersebut (baik spesies ataupun hibridanya) disilangkan secara resiprok dengan jenis lain, disilangkan dengan jenis yang sama maupun diselfing (Damayanti 2006).
Hibridisasi dinyatakan berhasil apabila dalam satu populasi persilangan muncul variasi seperti warna bunga, tinggi tanaman, atau bentuk tanaman dan semua itu dapat diketahui melalui karakterisasi hasil persilangan. Parameter yang diukur dalam karakterisasi hasil persilangan adalah variasi warna bunga, panjang daun, lebar daun, pertambahan jumlah anakan, panjang bunga, panjang tangkai bunga, lebar bunga, panjang bibir, lebar bibir, dan jumlah kuntum tiap tangkai (Kartikaningrum et al. 2007).
Dalam persilangan anggrek, anggrek akan disilangkan dengan spesies anngrek yang lain. Menurut Kartohadiprodjo dan Gandhi (2010), tipe tanaman anggrek berdasarkan tempat tumbuhnya yaitu:
- Anggrek Epifit : tumbuh menumpang pada batang/cabang lain, contoh : anggrek bulan, Dendrobium sp., Cattleya sp.
- Anggrek Terestrial / Anggrek Tanah : tumbuh di tanah, contoh : Vanda sp., Arachnis sp.
- Anggrek Litofit : tumbuh di batu-batuan contoh : Cytopdium, Paphiopedilum
- Anggrek Saprofit : tumbuh di humus atau kompos, contoh : Calanthe, Goodyera sp.
Widiastoety (2001) dalam Andayani 2007 melaporkan bahwa persilangan akan berhasil apabila dilakukan sehari atau dua hari setelah bunga mekar. Setiap jenis anggrek memiliki masa subur yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu diketahui waktu yang tepat untuk melakukan persilangan pada anggrek jenis Dendrobium agar diperoleh tingkat keberhasilan yang tinggi.
Menurut Andayani (2007) persilangan pada anggrek ini dapat dilakukan melalui perlakuan penyerbukan sendiri atau perlakuan penyerbukan silang. Pada perlakuan penyerbukan sendiri artinya putik satu bunga diserbuki dengan benangsari (pollen) berasal dari bunga yang sama. Sedangkan penyerbukan silang artinya putik pada satu bunga diserbuki dengan menggunakan serbuk sari yang berasal dari bunga pada tanaman lain tetapi masih satu jenis tanaman. Perlakuan penyerbukan tersebut dilakukan secara acak pada setiap bunga dalam 1 pot. Sepuluh hari setelah pelaksanaan penyerbukan dilakukan pengamatan untuk mengetahui keberhasilan penyerbukan. Penyerbukan dikatakan berhasil apabila tangkai bunga masih tetap segar dan berwarna hijau. Dilakukan penghitungan jumlah bunga yang berhasil diserbuki dan jumlah bunga yang tidak berhasil diserbuki. Pengamatan dilanjutkan sampai 2 bulan untuk mengetahui perkem-bangan buah. Dari bunga-bunga yang berhasil diserbuki dihitung jumlah buah yang berkembang sempurna dan jumlah buah yang gugur.
Dalam melakukan persilangan pada anggrek ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Menurut Damayanti (2006), tahapan dalam persilangan tanaman anggrek adalah:
a. Persiapan alat
Alat yang digunakan adalah pinset kecil dan tusuk gigi atau batang korek api. Untuk penanaman buah secara aseptik diperlukan laminar, botol kultur, cawan petri, lampu bunsen, pinset, scalpel, korek api, spidol untuk pelabelan, dan lampu neon 40 W untuk penerangan.
b. Pemilihan dan persiapan tanaman induk persilangan
Dasar dilakukannya persilangan-persilangan adalah untuk memperoleh warna bunga dan bentuk bunga yang unik, ketebalan mahkota bunga (ketahanan bunga dalam vas/vas life), keteraturan susunan bunga dan wangi bunga.
c. Pemilihan bunga yang akan disilangkan
Dalam memilih bunga yang akan disilangkan harus diperhatikan : (i) dari satu tangkai bunga maksimal tiga bunga yang disilangkan agar energi hanya terfokus pada ketiga bunga tersebut; (ii) kuntum bunga terbaik adalah kuntum kedua sampai keempat.
d. Persilangan
Kuntum induk jantan anggrek diambil tepung sarinya dengan menggunakan tusuk gigi yang bersih. Tepung sari yang terbungkus kotak sari terletak di pusat bunga, berwarna kuning. Kotak sari dicungkil pelan sampai tepung sarinya menempel pada alat yang dipakai, kemudian tepung sari dibawa ke induk betina, yaitu menuju lekukan berlendir yang letaknya persis di bawah kotak sari. Tepung sari induk jantan dilekatkan secara sempurna pada putik induk betina, sementara itu tepung sari induk betina dibuang agar persilangannya murni. Sampai langkah ini perkawinan sudah berlangsung.
e. Pemberian label persilangan
Tanaman diberi label tetua betina x tetua jantan, tanggal penyilangan, dan kode penyilang.
f. Pengamatan hasil persilangan
Pengamatan penunjang yang akan dilakukan antara lain terhadap :
- Bentuk buah pada minggu ke-12 setelah persilangan;
- Warna buah pada minggu ke-12 setelah persilangan.
Adapula pengamatan utama, pengamatan utama yang akan dilakukan antara lain :
- Persentase keberhasilan persilangan antar genus/jenis dan dalam genus/jenis itu sendiri (%)
- Diameter buah pada minggu keempat setelah persilangan (cm);
- Diameter buah pada minggu ke-12 setelah persilangan (cm);
- Panjang buah pada minggu ke-empat setelah persilangan (cm);
- Panjang buah pada minggu ke-12 setelah persilangan (cm).
(Sumber: Qodriyah Laily 2005) |
Pengamatan hasil persilangan anggrek dilakukan sampai buah siap panen. Ciri-ciri buah siap panen adalah warna kulit buah lebih cerah agak kekuningan dan khususnya pada Dendrobium garis pada buah menjadi lebih lebar. Umur buah siap panen pada beberapa jenis anggrek dapat dilihat pada tabel 1 berikut (Pierik 1987 dalam Damayanti 2006):
Dalam persilangan anggrek, pemilihan tetua merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan suatu persilangan, namun hal yang harus sering deperhatikan selain faktor pemilihan tetua dan sering menjadi kendala dalam proses hibridisasi adalah perbedaan waktu dalam pematangan bunga, kepekaan atau kerusakan bagian bunga terhadap pengaruh mekanis, serta adanya inkompatibilitas dan sterilitas (Chaudhari 1971 dalam Damayanti 2006). Diduga faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat keberhasilan persilangan yang dilakukan dalam percobaan adalah perbedaan waktu dalam pematangan bunga dan letak lokasi penyimpanan tanaman induk persilangan yang berbeda dan berjarak cukup jauh, sehingga ditemui kesulitan pada saat memantau kondisi tanaman induk dan menentukan bunga yang siap diserbuki atau menyerbuki.
Mengenai masalah bunga yang diserbuki dan menyerbuki, dalam persilangan anggrek Spathoglottis sp. yang dilakukan Qodriyah (2005), persilangan dilakukan secara searah maupun dua arah (resiprok) antara bunga dengan jumlah kuntum banyak dan tangkai bunga sedang-panjang dengan tanaman bertangkai bunga pendek. Sebelum persilangan dilakukan pemilihan atau seleksi tetua jantan maupun betina, baik untuk tanaman pot, taman atau bunga potong. Tetua yang digunakan berasal dari koleksi plasma nutfah anggrek Spathoglottis. Penyerbukan dilakukan pada pagi hari pada bunga yang telah mekar 1-2 hari. Ada penyilang anggrek yang beranggapan bahwa kuntum bunga nomor ganjil (dihitung dari pangkal tangkai) paling baik untuk dijadikan induk betina, karena buahnya berbiji banyak dan fertil. Induk jantan dapat diambil dari kuntum sembarang.
Menurut Widiastoety et al. (2010) dalam pemilihan induk jantan dan betina yang akan disilangkan harus disertai dengan penguasaan sifat-sifat kedua induk tersebut, termasuk sifat yang dominan, seperti ukuran bunga, warna dan bentuk bunga, yang akan muncul kembali pada turunannya. Agar penyilangan berhasil, sebaiknya dipilih induk betina yang mempunyai kuntum bunga yang kuat, tidak cepat layu atau gugur, mempunyai tangkai putik dan bakal buah yang lebih pendek agar tabung polen (pollen tube) dapat dengan mudah mencapai kantong embrio yang terdapat pada bagian bawah bakal buah. Pencatatan nama kedua induk yang disilangkan sangat penting agar tidak merusak tata namanya. Polen dari bunga yang berukuran kecil, jika diserbukkan pada kepala putik bunga yang berukuran besar biasanya akan mengalami kegagalan karena tabung polen tidak dapat mencapai kantong embrio. Akibatnya pembuahan tidak terjadi dan biji tidak terbentuk. Penyilangan perlu dilakukan secara resiprokal atau bolak-balik untuk mengetahui daya kompatibilitas silangan dan daya fertilisasinya.
Upaya lain untuk memperkaya keanekaragaman anggrek misalnya pada Phalaenopsis sp. dapat dilakukan dengan persilangan intergenerik dengan jenis lain. Anggrek jenis lain yang dapat disilangkan dengan anggrek bulan adalah anggrek jenis Vanda sp. Dalam persilangan intergenerik ini, Utami dan Sri (2012) melakukan penelitian dalam tiga tahun. Tahun pertama penelitian tentang pembuktian bahwa Anggrek Phalaenopsis sp. kompatibel untuk dipersilangkan dengan Vanda tricolor. Tahun kedua penelitian telah diperoleh planlet anggrek hasil persilangan Phalaenopsis sp dengan Vanda tricolor yang ditumbuhkan pada berbagai media organik secara in vitro. Penelitian Tahun ketiga dilakukan untuk mengetahui metode aklimatisasi yang terbaik untuk pertumbuhan planlet anggrek hasil persilangan dan untuk mengetahui perbedaan kromosom hasil persilangan yang telah dilakukan dengan kromosom induknya.
Jumlah kromosom pada anggrek yaitu n = 19-20. Dari hasil penelitian yang dilakukan Utami dan Sri (2012) dapat diketahui bahwa jumlah kromosom baik pada anggrek Phalaenopsis joankileup june, P. pinlong cinderela, S1 (♀ Vanda tricolor dengan ♂ Phalaenopsis joankileup june.), maupun S2 (♀ Vanda tricolor dengan ♂ Phalaenopsis pinlong cinderela), memiliki jumlah kromosom sama 2n = 40. Walaupun jumlah kromosomnya sama, namun ukuran kromosomnya berbeda. Ukuran kromosom Vanda tricolor berkisar antara (1,94 ± 0,16) µm sampai (4,72 ± 0,19) µm. Phalaenopsis Joane Killep June antara (0,84 ± 0,02) µm hingga (2,97 ± 0,13) µm, Phalaenopsis Pinlong cinderela antara (2,02 ± 0,15) µm hingga (5,91 ± 0,78) µm, S1(♀ Vanda tricolor x ♂ Phalaenopsis joankileup june.) antara (1,77 ± 0,20) hingga (1,69 ± 0,24) µm, S2 (♀ Vanda tricolor x ♂ Phalaenopsis pinlong cinderela) antara (1,86 ± 0,03) µm sampai (6,74 ± 0,59) µm.
Penelitian lain dari klier et al. (1991) pada Cypripedium candidum dan C. pubescens menunjukkan bahwa adanya dua aliran gen dari dua spesies yang sympatric. Populasi hibrida sebagian besar terdiri individu yang di-backcross selanjutnya atau rekombinan. Beberapa individu yang tampaknya satu morfologi spesies mengandung alel penanda dari spesies lain. Di Iowa, data allozyme dan morfologi dan pertimbangan ekologi menunjukkan dengan ekotipe prairie C. pubescens mungkin timbul sebagai akibat langsung dari perolehan informasi genetik dari C. candidum.
Hasil penelitian yang ditulis Pinheiro et al. (2010) pada persilangan Epidendrum fulgens dan E. puniceoluteum menunjukkan bahwa keragaman genetik lebih tinggi pada E. fulgens daripada E. puniceoluteum meliputi semua populasi dan parameter yang digunakan. Hal ini mungkin mencerminkan perbedaan dalam ukuran populasi yang ditemukan (lebih tinggi dalam E. fulgens). Epidendrum fulgens dan E. puniceoluteum dari Imbituba memiliki perbedaan yang signifikan dari hasil uji dengan metode HWE (Hardy–Weinberg equilibrium) karena defisit heterozigot. Tiga zona hibrida menyimpang dari HWE, menunjukkan penyimpangan dari perkawinan acak akibat persilangan yang dilakukan.
Referensi:
Andayani
Neny 2007. Pengaruh Waktu Pollinasi Terhadap Keberhasilan Persilangan Anggrek
Dendrobium. Buletin Ilmiah Instiper 14
(2): 14-21.
Bank Indonesia
2004. Bunga Potong. http://www.bi.go.id.
Diakses 15 Maret 2014.
Chaudari HK 1971. Elementary Principles
of Plant Breeding. Second Edition. New Delhi, India: Oxford and IBH
Publishing Co.
Damayanti
Farida 2006. Laporan Akhir Program Hibah
Kompetisi (PHK) A3: Pembentukan Beberapa Hibrida Anggrek serta Pengaruh
Beberapa Media Perkecambahan dan Media Perbanyakan Cepat secara In Vitro pada
Beberapa Anggrek Hibrida. Bandung: Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas
Padjajaran.
Hendaryono
DPS 2000. Pembibitan Anggrek dalam Botol.
Yogyakarta: Kanisius.
Jensen
NF 1983. Crop Breeding as a Design
Science. In K. M. Rawal and M. N.
Wood (Eds). Crop Breeding. Madison, Wisconsin USA: The American Society
of Agronomy, Inc. and The Crop Science of Society, Inc.
Kartikaningrum
Suskandari, Dyah Widiastoety, Yusdar Hilman, Nina Solvia, dan RW Prasetio 2007.
Laporan Akhir: Koleksi, Karakterisasi dan
Konservasi In Vivo Plasma Nutfah Anggrek. Segunung: Balai Penelitian
Tanaman Hias Segunung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Kartohadiprodjo
Nies Sumardi dan Gandhi Prabowo 2010. Asyiknya
Memelihara Anggrek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Klier K,
MJ Leoschke, and JF Wendel 1991. Hybridization and Introgression in White and
Yellow Ladyslipper Orchids (Cypripedium candidum and C. pubescens). The Journal of Heredity 82(4): 305-318.
Nurmalinda
Evi Savitri Iriani, Anggraeni Santi dan Titi Haryati. 1999. Kelayakan
financial teknologi budidaya anggrek. Segunung: Balai Penelitian Tanaman
Hias Segunung, Cianjur.
Pierik
RLM 1987. In Vitro Culture of Higher
Plants. Dordrecht: MArtinus Nijhoff Publishers.
Pinheiro
Fa´Bio, Fa´Bio De Barros, Clarisse Palma-Silva, Diogo Meyer, Michael F. Fay,
Roge´ Rio M. Suzuki, Christian Lexer and Salvatore Cozzolino 2010.
Hybridization and introgression across different ploidy levels in the Neotropical orchids Epidendrum fulgens and E. puniceoluteum (Orchidaceae). Molecular Ecology 19(18): 3981–3994
Poehlman
JW and JS Quick 1983. Crop
Breeding In Hungry World,
In K.M. Rawal and M.N. Wood
(Eds.) Crop Breeding. Madison Wisconsin. USA: The
American Society of Agronomy,
Inc. and The Crop Science of Society,
Inc.
Qodriyah
Laily 2005. Teknik Hibridisasi Anggrek Tanah Songkok (Spathoglottis plicata). Buletin Teknik Pertanian 10(2): 76-82.
Stökl Johannes,
Philipp M Schlüter, Tod F Stuessy, Hannes
F Paulus, Günter Assum, and Manfred
Ayasse 2008. Scent Variation and Hybridization Cause The Displacement of A
Sexually Deceptive Orchid Species. American
Journal of Botany 95(4): 472–481.
Utami
Dwi Susilo dan Sri Hartati 2012. Perbaikan Genetik Anggrek melalui Persilangan
Intergenerik dan Perbanyakan Secara In Vitro dalam Mendukung Perkembangan
Anggrek di Indonesia. Agrineça 12(2):
104-116.
Widiastoety
D 2001. Perbaikan Genetic dan
Perbanyakan Bibit secara In Vitro dalam Mendukung Perkembangan Anggrek di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian
20 (4): 138-143.
Widiastoety
Dyah, Nina Solvia, dan Muchdar Soedarjo 2010. Potensi Anggrek Dendrobium dalam Meningkatkan Variasi
dan Kualitas Anggrek Bunga Potong. Jurnal
Litbang Pertanian 29(3): 101-106.
Silahkan mengunjungi blognya orang yang suka berkebun. Tentang semua jenis tanaman anggrek, http://www.anggrek.id/
BalasHapusObat Plantar Fasciitis
BalasHapusObat Pengering Luka Jahitan
Obat Sakit Syaraf Kejepit Tulang Belakang
Enter your comment...
BalasHapus