Langsung ke konten utama

Copas (Copy Paste) Menjadi Budaya Mahasiswa

MAHASISWA termasuk kaum intelektual. Untuk memenuhi standar intelektualitas, mahasiswa diberi tugas berupa penulisan makalah, penelitian, resume buku, atau presentasi. Karena tugas intelektualitas itulah yang membedakan mahasiswa dari pelajar. Mereka semestinya bukan hanya mampu menghafal setiap mata pelajaran, melainkan juga dituntut mampu mengembangkan dan menyikapi secara kritis.

Sayang, kemajuan teknologi sekarang berupa internet, hp, Ipod, laptop, atau kamputer tak menjadikan mahasiwa makin mengembangkan intelektualitas. Teknologi justru mereka manfaatkan sebagai cara praktis untuk menyelesaikan tugas intelektualitas. Mahasiswa tinggal melakukan copy paste untuk menyelesaikan tugas.

Banyak tugas dari dosen membuat mereka memilih hal-hal praktis atau instan untuk menyelesaikan permasalahan. Tak ayal, copy paste merupakan solusi termudah untuk menunaikan tanggung jawab intelektualitas. Mereka tinggal dua kali mengeklik, permasalahan dan tugas pun terselesaikan. Semua telah tersedia. Tak ada lagi batas ruang dan waktu dalam ilmu dan informasi. Semua akses ada dan tersedia dengan cepat.


Copy paste menjadi solusi praktis dan lazim bagi mahasiswa. Ironisnya, mahasiswa tak pernah memikirkan bahaya copy paste, yaitu memampatkan budaya kritis dan pola pikir. Itu sama berbahaya dengan mengonsumsi narkoba atau minuman keras karena menjadikan mahasiswa tanpa pemikiran. Mereka cenderung mengambil sikap dan hal-hal praktis atau instan, tanpa disertai pertimbangan rasional-intelektual. Lantas, di manakah peran mahasiswa sebagai kaum intelektual di masyarakat, jika hanya copy paste apa pun?
 

Krisis Jati Diri Taylor menyatakan, salah satu aspek kebudayaan adalah norma atau perilaku terpilih yang dianut sebagian besar masyarakat. Copy paste dipilih dan dianut oleh sebagian besar mahasiswa, sehingga lama-kelamaan menjadi kebiasaan dan membudaya. Budaya copy paste dilatarbelakangi oleh kemalasan belajar dan belajar malas di kalangan mahasiswa. Akibatnya, tergeruslah jati diri mahasiswa. Mereka tak lagi percaya diri dengan potensi dan kemampuan berpikir.

Proses copy paste tak hanya menjadikan mahasiswa sebagai pemikir praktis atau instan, tetapi juga sebagai peniru pasif yang hanya menjadi pengikut, pembebek, dari berbagai macam yang menjadi kecenderungan saat ini. Mereka mudah sekali terjebak dan terbawa arus hedonisme dan materialisme, tanpa filterisasi dalam diri. Jadilah mereka kaum konsumtif, tanpa pernah berpikir dan bertindak produktif, apalagi turut  berperan di masyarakat.


Mahasiswa sebagai kaum intelektual di masyarakat memiliki tiga peran utama. Pertama, sebagai pentransfer ilmu, teknologi, dan nilai. Mahasiswa memiliki peran untuk menyebarkan ilmu, turut serta dalam memberantas kebodohan. Sebagai pengguna terdekat teknologi, mahasiswa berperan menggunakan dan menciptakan teknologi yang tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebagai pentransfer nilai, diharapkan mahasiswa menjadi tuntunan moral intelektual bagi masyarakat.


Kedua, mahasiswa sebagai agent of change, agen perubahan, turut serta dalam proses pembangunan dan pergerakan. Dalam pembangunan masyarakat dan bangsa, mahasiswa merupakan sumber daya manusia yang potensial karena terdidik dan terpelajar.


Dalam pergerakan, mahasiswa diharapkan mampu menyuarakan aspirasi masyarakat sehingga terciptalah perubahan di masyarakat dan bangsa. Ketiga, mahasiswa sebagai kaum intelektual semestinya mampu mempertanggungjawabkan intelektualitasnya pada diri sendiri dan masyarakat. 


Budaya copy paste membuat ruang kritis mahasiswa menyempit. Itu terlihat dari makin minim budaya membaca, budaya diskusi, dan budaya beprestasi. Padahal, budaya-budaya itu merupakan penumbuh budaya intelektual. Jika budaya-budaya itu tergusur oleh budaya copy paste, tergusurlah ranah intelektualitas yang seharusnya dimiliki kalangan mahasiswa.


Sebenarnya copy paste boleh-boleh saja, asal tidak meninggalkan unsur kekritisan. Karena kekritisan akan memunculkan budaya baru, yaitu budaya kreatif dan produktif. Tanpa kekritisan akan mengakibatkan kematian dalam berpikir. Kematian berpikir tentu mengakibatkan kematian bertindak.

- Desi Wulandari, mahasiswi Sosiologi UGM Yogyakarta  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknik Persilangan Bunga Anggrek

Indonesia merupakan pusat keanekaragaman genetik beberapa jenis anggrek yang berpotensi sebagai tetua untuk menghasilkan varietas baru anggrek bunga potong, seperti Dendrobium , Vanda , Arachnis , dan Renanthera , maupun sebagai tanaman pot, seperti Phalaenopsis dan Paphiopedilum . Prospek tanaman anggrek dianggap masih sangat cerah untuk dikembangkan. Namun  potensi  ini  belum  dimanfaatkan secara proporsional, hal ini dapat dilihat dari nilai ekpor anggrek Indonesia yang hanya 3 juta US$ per  tahun. Angka  tersebut  termasuk kecil  jika dibandingkan dengan nilai ekspor Negara tetangga Singapura 7,7 juta US$ dan Thailand 50 Juta US$.  Sementara   potensi   perdagangan   dunia  150 juta US$ per   tahun  (Bank Indonesia 2004). Rendahnya produksi anggrek Indonesia  antara  lain  disebabkan  kurang  tersedianya  bibit  bermutu,  budidaya  yang kurang efisien serta pena...

GEJALA TANAMAN KEKURANGAN UNSUR HARA

Kekurangan salah satu atau beberapa unsur hara akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak sebagaimana mestinya yaitu ada kelainan atau penyimpangan-penyimpangan dan banyak pula tanaman yang mati muda yang sebelumnya tampak layu dan mengering. Keadaan yang demikian akan merugikan petani dan tentu saja sangat tidak diharapkan oleh petani A. Gejala Kekurangan Unsur Hara Makro 1. Kekurangan Unsur Nitrogen ( N ) Gejala sehubungan dengan kekurangan unsur hara ini dapat terlihat dimulai dari daunnya, warnanya yang hijau agak kekuningan selanjutnya berubah menjadi kuning . Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan. Pada tanaman dewasa pertumbuhan yang terhambat ini akan berpengaruh pada pertumbuhan, yang dalam hal ini perkembangan buah tidak sempurna, umumnya kecil-kecil dan cepat matang. Kandungan unsur N yang rendah dapat menimbulkan daun penuh dengan serat, hal ini dikarenakan menebalnya membran sel daun sedangkan selnya s...

JENIS DAN KARAKTERISTIK KAMBING LOKAL INDONESIA

Gambar Pejantan Kambing Peranakan Etawa Di Indonesia memiliki beberapa jenis kambing loka; yang memiliki potensi yang baik yang tersebar hamper di seluruh Indonesia. Banyaknya kambing persilangan menyebabkan kambing lokal di Indonesia menjadi semakin terpuruk. Hal tersebt dikarenakan kualitas genetic kambing likal masih kalah dengan kambing lokal. Namun hal tersebut tidak dapat mengakibatkan kambing lokal sudah tidak diternakan lagi. Justru pada saat ini banyak peternak yang mulai mengembangkan kambing lokal. Berikut adalah beberapa jenis kambing lokal Indonesia: A.    Kambing Marica Kambing Marica yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan hampir punah (endangered). Daerah populasi kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopheng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan. Kambing Marica punya potensi genetik yang m...