Langsung ke konten utama

Studi Kupu-Kupu Memberi Petunjuk Evolusi Konvergen

Jumat, 17 Agustus 2012 - Selama 150 tahun, para ilmuan telah mencoba menjelaskan evolusi konvergen. Salah satu contoh paling terkenal adalah bagaimana kupu-kupu beracun dari berbagai spesies berevolusi untuk saling meniru pola warna satu sama lain – dan efeknya menggabungkan kekuatan untuk memperingatkan predator, “Jangan makan kami”.

Sekarang sebuah tim peneliti internasional dipimpin Robert Reed, asisten profesor ekologi dan biologi evolusi UC Irvine, telah memecahkan sebagian misteri dengan menemukan sebuah gen bernama optix yang bertanggungjawab bagi pola warna merah dalam sejumlah besar spesies kupu-kupu passion vine. Hasil penelitian 10 tahun ini didetail dalam makalah yang diterbitkan tanggal 21 juni 2011 dalam jurnal  Science.

“Ini pandangan pertama kami pada bagaimana mimikri dan evolusi konvergen terjadi pada level genetik,” kata Reed. “Kami menemukan kalau gen yang sama mengendalikan evolusi pola warna merah pada kupu-kupu yang kerabatnya jauh.”

 “Ini sejalan dengan bukti yang lahir dari berbagai spesies hewan yang evolusinya secara umum diatur oleh sedikit gen saja. Dari puluhan ribu gen dalam genom biasa, hanya ada sedikit yang mengendalikan perubahan evolusi besar terus menerus.”

 Para ilmuan menghabiskan beberapa tahun menyilangkan dan melahirkan kupu-kupu menarik dalam kandang jaring raksasa di alam tropis sehingga mereka dapat memetakan gen yang mengendalikan pola warna. Peneliti pasca doktoral UCI, Riccardo Papa (sekarang asisten profesor di Universitas Puerto Rico, Rio Pedras) kemudian menyempurnakan cara menganalisis peta genom dengan melihat pada ekspresi gen dalam sayap kupu-kupu yang dipotong secara mikro.

 Menemukan korelasi kuat antara pola warna merah dan ekspresi gen dalam bagian kecil genom adalah terobosan yang membawa pada penemuan gen tersebut. Studi genetika populasi dalam zona hibrid, dimana berbagai tipe warna dari spesies yang sama secara alami saling kawin membenarkan hal ini.

 “Biologiwan telah bertanya, ‘Apakah memang hanya ada sedikit sekali gen yang mengatur evolusi?” kata Reed. “Ini adalah contoh mengagumkan bagaimana satu gen dapat mengendalikan evolusi pola rumit di alam. Sekarang kami ingin memahami mengapa: Apa bedanya gen yang satu ini dengan gen lainnya sehingga ia mampu mengendalikan evolusi dengan cepat?”

 Papa adalah salah seorang penulis studi ini. Arnaud Martin, mahasiswa pasca sarjana ekologi dan biologi evolusi dari UCI juga berkontribusi.

Sumber berita:

University of California – Irvine.

Referensi jurnal:

Robert D. Reed, Riccardo Papa, Arnaud Martin, Heather M. Hines, Brian A. Counterman, Carolina Pardo-Diaz, Chris D. Jiggins, Nicola L. Chamberlain, Marcus R. Kronforst, Rui Chen, Georg Halder, H. Frederik Nijhout, and W. Owen McMillan. Optix Drives the Repeated Convergent Evolution of Butterfly Wing Pattern Mimicry. Science, 21 July 2011 DOI: 10.1126/science.1208227

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKEMBANGAN EMBRIO DAN IMPLANTASI PADA MAMALIA

A. Fase Embrionik          Tahap awal perkembangan ternak mamalia diawali dengan peristiwa pertemuan/peleburan sel sperma dengan sel ovum yang dikenal dengan peristiwa fertilisasi. Fertilisasi akan menghasilkan sel individu baru yang disebut dengan zygote dan akan melakukan pembelahan diri/pembelahan sel (cleavage) menuju pertumbuhan dan perkembangan menjadi embrio.Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu : Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina. Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage) Tiga fase embrionik yaitu : 1. Morula Morula adalah suatu bentukan sel sperti bola (bulat) akibat pembelahan sel terus menerus. Keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat.Morulasi yaitu proses t

Teknik Persilangan Bunga Anggrek

Indonesia merupakan pusat keanekaragaman genetik beberapa jenis anggrek yang berpotensi sebagai tetua untuk menghasilkan varietas baru anggrek bunga potong, seperti Dendrobium , Vanda , Arachnis , dan Renanthera , maupun sebagai tanaman pot, seperti Phalaenopsis dan Paphiopedilum . Prospek tanaman anggrek dianggap masih sangat cerah untuk dikembangkan. Namun  potensi  ini  belum  dimanfaatkan secara proporsional, hal ini dapat dilihat dari nilai ekpor anggrek Indonesia yang hanya 3 juta US$ per  tahun. Angka  tersebut  termasuk kecil  jika dibandingkan dengan nilai ekspor Negara tetangga Singapura 7,7 juta US$ dan Thailand 50 Juta US$.  Sementara   potensi   perdagangan   dunia  150 juta US$ per   tahun  (Bank Indonesia 2004). Rendahnya produksi anggrek Indonesia  antara  lain  disebabkan  kurang  tersedianya  bibit  bermutu,  budidaya  yang kurang efisien serta penanganan pasca panen yang kurang baik. Untuk memenuhi permintaan pasar yang cenderung meningkat maka diperlukan ketersedi

Warna Ungu Terong

Sudah tidak asing lagikan dengan terung? Iya, terung yang dalam bahasa Inggris disebut  eggplant merupakan sayuran buah yang biasa kita konsumsi. Tapi, apakah kalian sempat memikirkan kenapa terung berwarna ungu? Beberapa orang kebanyakan pasti akan terlintas pertanyaan seperti itu. Sebenarnya ada beberapa warna pada terung, mulai warna ungu, hijau dan akhir-akhir ini telah ditemukan yaitu berkat kultur jaaringan terung berwarnaa pink, unik bukan? Dengan warna yang menarik tersebut mungkin akan menambah selera makan kita. Tetapi kali ini kita akan membahas dibalik warna ungu pada terung. Terong berwarna ungu karena kandungan antosianin  Warna ungu pada terong terbentuk karena andil dari zat antosianin yang merupakan pigmen pemberi warna ungu. Zat ini Merupakan senyawa flavanoid yang melindungi sel dari sinar ultra violet. Terong ungu kaya akan zat antosianin, sehingga warna ungunya cukup mendominasi pada terong. Zat antosianin mampu berperan dalam menghambat oksidasi dari tok