Langsung ke konten utama

Cara Membudidayakan Jamur dengan Media Kapas

Empat pekerja sibuk membolak-balik limbah kapas di lahan kosong di samping kantor Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (28/3). Lahan itu berada di Desa Bulakamba, Kecamatan Bulakamba. Satu di antara mereka menaburkan bekatul, di atas tumpukan limbah kapas.

Siang itu, mereka tengah membuat fermentasi limbah kapas, yang akan digunakan sebagai media menanam jamur merang. Selain menggunakan bekatul, fermentasi juga dilakukan dengan menambahkan kapur pertanian (kaptan) pada limbah kapas.


Budidaya jamur dengan media kapas mulai dikembangkan HKTI Brebes sekitar empat bulan lalu. Menurut Ketua HKTI Brebes, Masrukhi Bachro, budidaya jamur dengan media kapas adalah upaya menciptakan diversifikasi pertanian bagi petani.

Selama ini, kebanyakan petani lebih terpaku pada tanaman padi dan bawang merah, dengan kepemilikan lahan terbatas, kurang dari satu hektar per orang. Padahal mereka berkesempatan melakukan budidaya tanaman lain, seperti jamur.

Budidaya jamur dengan media kapas dipilih, karena tidak membutuhkan lahan luas. Selain itu, kualitas, kuantitas produksi, dan harga jamur dengan media kapas lebih baik jika dibandingkan dengan media lain, seperti merang dan kardus, atau jamur jenis lain.

Selama ini, bahan baku limbah kapas dibeli dari pabrik tekstil di Bandung, Jawa Barat. Jamur dipelihara di dalam ruangan berukuran sekitar 4 meter x 6 meter persegi yang disebut kumbung. Kumbung bisa dimanfaatkan terus-menerus, karena komponen yang perlu diganti untuk sekali periode tanam, hanya limbah kapas dan benih.

Satu kumbung membutuhkan limbah kapas sekitar dua ton sekali periode tanam. Dengan harga limbah kapas Rp 900 per kilogram, biaya pembelian media tanam sekitar Rp 1,8 juta. Untuk pertama kali tanam, petani juga harus membangun kumbung dan membuat rak-rak dari bambu sebagai tempat kapas. ”Untuk tahap pertama budidaya dibutuhkan modal sekitar Rp 10 juta,” kata Masrukhi.

Menurut dia, satu periode tanam berlangsung sekitar satu bulan. Setelah limbah kapas difermentasi selama sekitar 10 hari, media dimasukkan dalam rak-rak di dalam kumbung. Selanjutnya dilakukan penguapan di kumbung dengan suhu sekitar 70 derajat celsius. Penguapan dimaksudkan untuk menyeterilkan lokasi budidaya.

Setelah itu, barulah dilakukan penebaran benih jamur di atas limbah kapas. Jamur merang dapat dipanen setelah 10 hari penebaran benih. Panen berlangsung terus-menerus, selama kurun waktu 15 hingga 10 hari.

Dari hasil panen yang sudah dilakukan, satu kumbung dapat menghasilkan sekitar tiga kuintal hingga empat kuintal jamur sekali periode panen. Dengan harga jamur Rp 15.000 per kilogram, petani bisa mendapatkan sekitar Rp 4,5 hingga Rp 6 juta sekali periode panen. ”Budidaya jamur ini waktunya singkat, dan hasilnya lumayan,” tambah Bakro.

Muhadi (36), petani jamur dari Desa Bulusari, Bulakamba, menuturkan, kualitas jamur yang ditanam di atas limbah kapas lebih kenyal dan lebih besar, sehingga harganya lebih mahal. Harga jamur merang dengan media lain hanya sekitar Rp 13.000 hingga Rp 14.000 per kilogram.

Saat ini, HKTI Brebes terus berupaya memperbanyak kumbung jamur, dari delapan kumbung yang sudah dimiliki saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknik Persilangan Bunga Anggrek

Indonesia merupakan pusat keanekaragaman genetik beberapa jenis anggrek yang berpotensi sebagai tetua untuk menghasilkan varietas baru anggrek bunga potong, seperti Dendrobium , Vanda , Arachnis , dan Renanthera , maupun sebagai tanaman pot, seperti Phalaenopsis dan Paphiopedilum . Prospek tanaman anggrek dianggap masih sangat cerah untuk dikembangkan. Namun  potensi  ini  belum  dimanfaatkan secara proporsional, hal ini dapat dilihat dari nilai ekpor anggrek Indonesia yang hanya 3 juta US$ per  tahun. Angka  tersebut  termasuk kecil  jika dibandingkan dengan nilai ekspor Negara tetangga Singapura 7,7 juta US$ dan Thailand 50 Juta US$.  Sementara   potensi   perdagangan   dunia  150 juta US$ per   tahun  (Bank Indonesia 2004). Rendahnya produksi anggrek Indonesia  antara  lain  disebabkan  kurang  tersedianya  bibit  bermutu,  budidaya  yang kurang efisien serta penanganan pasca panen yang kurang baik. Untuk memenuhi permintaan pasar yang cenderung meningkat maka diperlukan ketersedi

PERKEMBANGAN EMBRIO DAN IMPLANTASI PADA MAMALIA

A. Fase Embrionik          Tahap awal perkembangan ternak mamalia diawali dengan peristiwa pertemuan/peleburan sel sperma dengan sel ovum yang dikenal dengan peristiwa fertilisasi. Fertilisasi akan menghasilkan sel individu baru yang disebut dengan zygote dan akan melakukan pembelahan diri/pembelahan sel (cleavage) menuju pertumbuhan dan perkembangan menjadi embrio.Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu : Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina. Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage) Tiga fase embrionik yaitu : 1. Morula Morula adalah suatu bentukan sel sperti bola (bulat) akibat pembelahan sel terus menerus. Keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat.Morulasi yaitu proses t

Agri Feature : Pohon Fast Growing Layak Dikembangkan di Indonesia

Tanaman Fast Growing Species (FGS) merupakan tanaman cepat tumbuh dan mempunyai masak tebang maksimal 15 tahun. FGS yang dikembangkan di Perum Perhutani diutamakan jenis-jenis valuable hardwoods . Kelebihan dari valuable hardwoods adalah : mempunyai nilai keuangan yang tinggi, harga yang baik, mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu, serta kegunaan yang luas mempunyai nilai produk akhir yang tinggi bisa diolah untuk kayu gergajian, plywood atau veneer