Langsung ke konten utama

Abon Berbahan Dasar Jambu Mete, Apakah Bisa?

Abon Berbahan Dasar Jambu Mete, Apakah Bisa?

  

       Penelitian Kelompok Studi Ilmiah atau disebut PETISI, kembali melakukan riset yang kreatif lagi bermanfaat bagi masyarakat. Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret yang tergabung dalam organisasi Kelompok Studi Ilmiah tersebut beranggotakan Alfian Khamal Mustofa (Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, 2019), M. Aziz Nurdiyanto (Agroteknologi, 2018), Riyadhul Badi’ah (D3 Agribisnis Minat Peternakan, 2019), Suci Ayu Rohayati (D3 Teknologi Hasil Pertanian, 2019) dan Uswatun Hasanah (Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, 2018) menyulap sebuah Jambu Mete menjadi Abon yang bernilai ekonomis. Berawal dari sebuah temuan masalah kurang dimanfaatkannya jambu mete oleh petani mete di Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Wonogiri. Mahasiswa PETISI tersebut melakukan penelitian dengan melakukan berbagai pengamatan dan pengkajian studi pustaka. Menurut Badan Pusat Statistiik (BPS) menyatakan bahwa luas areal perkebunan mete di Kecamatan Jatiroto pada tahun 2014 seluas 3.739 ha dan merupakan kecamatan dengan areal perkebunan jambu mete terluas di Wonogiri.

        Akan tetapi, jambu mete selalu menyisakan limbah berupa buah semu jambu mete yang cukup banyak.  Banyaknya jambu mete yang terbuang dan jatuh disekitaran pepohonan jambu mete menyebabkan pencemaran lingkungan. Jambu mete yang jatuh ke tanah lama kelamaan akan membusuk dan mendatangkan berbagai serangga seperti kupu-kupu hingga lalat yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan setempat.

       Limbah pada bagian buah semu jambu mete memiliki potensi pada industri makanan, namun kurang dimanfaatkan secara optimal karena rasanya yang sepat dan gatal. Buah semu jambu mete apabila diolah secara baik dan tepat dapat menghasilkan produk makanan seperti manisan, abon, sirup, dan masih banyak lagi. Petisi kali ini akan mempelajari mengenai proses pengolahan buah semu jambu mete tak termanfaatkan menjadi abon yang berpeluang untuk bersaing dalam industri makanan. Pengolahan buah semu jambu mete ini juga sebagai upaya less waste jambu mete dengan mengolahnya menjadi abon. Abon dipilih karena abon sudah dikenal oleh masyarakat luas, mudah dibuat, rasanya yang lezat dan prospeknya cukup besar. Selain itu, abon dari buah semu jambu mete memiliki harga yang tidak mahal karena memanfaatkan limbah dari jambu mete dan pastinya memiliki potensi bersaing dalam industri makanan. Abon jambu mete ini memiliki harga yang lebih ekonomis dari abon ikan, ayam, ataupun sapi tetapi untuk rasa tidak kalah lezat dan tidak kalah saing sebagai produk olahan abon.

    Sebelum masuk pada pembuatan abon, jambu mete diberikan perlakuan dengan merendamnya menggunakan 1 liter air yang dicampur natrium metabisulfit dan garam dapur selama 15 menit. Hasil yang didapat diantaranya visual yang lebih cerah, teksturnya tidak terlalu padat sehingga mudah dikunyah dan dipotong, sepat pada buah tak terasa lagi, dan ketika dimakan tidak menyebabkan gatal. Selanjutnya masuk pada pengolahan sebagai berikut: 

  1. Pertama, kita tiriskan abon dari air hasil uji coba kelayakan konsumsi, dan dibersihkan.
  2. Kedua, peras abon hingga kadar air di pada jambu mete habis.
  3. Ketiga, hancurkan atau suir abon kecil-kecil agar mudah dimasak.
  4. Keempat, masak jambu mete dengan bumbu yang sudah disiapkan hingga benar-benar kering dan menjadi abon.
  5. Kelima, diamkan abon jambu mete lalu kemas dengan kemasan yang sudah disiapkan.
  6. Abon jambu mete siap disajikan dan dipasarkan.                         

Gambar desain Produk Abon Jambu Mete



Gambar Abon Jambu Mete



       Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Juni hingga September 2020. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjawab permasalahan sekaligus membuka peluang bisnis yang menjanjikan serta meningkatkan perekonomian bagi petani mete masyarakat Jatirono khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

Penulis : Safrudin, 6 Desember 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknik Persilangan Bunga Anggrek

Indonesia merupakan pusat keanekaragaman genetik beberapa jenis anggrek yang berpotensi sebagai tetua untuk menghasilkan varietas baru anggrek bunga potong, seperti Dendrobium , Vanda , Arachnis , dan Renanthera , maupun sebagai tanaman pot, seperti Phalaenopsis dan Paphiopedilum . Prospek tanaman anggrek dianggap masih sangat cerah untuk dikembangkan. Namun  potensi  ini  belum  dimanfaatkan secara proporsional, hal ini dapat dilihat dari nilai ekpor anggrek Indonesia yang hanya 3 juta US$ per  tahun. Angka  tersebut  termasuk kecil  jika dibandingkan dengan nilai ekspor Negara tetangga Singapura 7,7 juta US$ dan Thailand 50 Juta US$.  Sementara   potensi   perdagangan   dunia  150 juta US$ per   tahun  (Bank Indonesia 2004). Rendahnya produksi anggrek Indonesia  antara  lain  disebabkan  kurang  tersedianya  bibit  bermutu,  budidaya  yang kurang efisien serta penanganan pasca panen yang kurang baik. Untuk memenuhi permintaan pasar yang cenderung meningkat maka diperlukan ketersedi

PERKEMBANGAN EMBRIO DAN IMPLANTASI PADA MAMALIA

A. Fase Embrionik          Tahap awal perkembangan ternak mamalia diawali dengan peristiwa pertemuan/peleburan sel sperma dengan sel ovum yang dikenal dengan peristiwa fertilisasi. Fertilisasi akan menghasilkan sel individu baru yang disebut dengan zygote dan akan melakukan pembelahan diri/pembelahan sel (cleavage) menuju pertumbuhan dan perkembangan menjadi embrio.Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu : Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina. Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage) Tiga fase embrionik yaitu : 1. Morula Morula adalah suatu bentukan sel sperti bola (bulat) akibat pembelahan sel terus menerus. Keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat.Morulasi yaitu proses t

Agri Feature : Pohon Fast Growing Layak Dikembangkan di Indonesia

Tanaman Fast Growing Species (FGS) merupakan tanaman cepat tumbuh dan mempunyai masak tebang maksimal 15 tahun. FGS yang dikembangkan di Perum Perhutani diutamakan jenis-jenis valuable hardwoods . Kelebihan dari valuable hardwoods adalah : mempunyai nilai keuangan yang tinggi, harga yang baik, mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu, serta kegunaan yang luas mempunyai nilai produk akhir yang tinggi bisa diolah untuk kayu gergajian, plywood atau veneer