PADI ORGANIK KOMODITAS PENDORONG
PERTANIAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA
Pertanian berkelanjutan merupakan jawaban atas revolusi
hijau yang terjadi pada era tahun 60 an yang mengakibatkan kesuburan tanah
menurun dan terjadi kerusakan lingkungan yang berpengaruh langsung pada dunia
pertanian secara khusus. Menurut Utami dan Handayani (2003), sistem pertanian
yang berbasis pada bahan bakar fosil seperti pupuk kimia dan pestisida
anorganik dapat merusak sifat-sifat tanah sehingga berdampak pada penurunan
produktivitas tanah untuk waktu yang akan datang. Praktek pertanian organik
saat ini masih dalam perdebatan. Pihak yang kontra menyangsikan keberhasilan
sistem ini dalam memenuhi kebutuhan pangan seiring dengan laju pertumbuhan
jumlah penduduk yang semakin meningkat akan tetapi pihak yang pro seperti The
Soil Association and Sustain (2001) berpendapat bahwa sebenarnya penyebab
kelaparan adalah karena kemiskinan bukan karena ketersediaan bahan pangan yang
kurang. Menurut Sanjaya (2004), dewasa ini penggunaan insektisida memakan
hampir 50% dari biaya yang digunakan dalam produksi pertanian. Penggunaan
insektisida dapat mencemari lingkungan dan menjadikan biaya yang tinggi dalam
produksi pertanian sehingga menjadikan resiko penurunan penerimaan dalam
usahatani.
Permintaan atas produk-produk pertanian organik (tanpa
menggunakan bahan-bahan kimia) melonjak selama beberapa bulan terakhir.
Produk-produk pertanian organik yang permintaannya sedang tinggi adalah
sayuran, beras, buah-buahan, rempah-rempah, kopi, dan teh. Masyarakat konsumen
semakin sadar dan selektif atas segi kualitas kesehatan produk pertanian.
Mereka kini lebih suka mengonsumsi produk alami (organik) ketimbang yang
menggunakan bahan kimia (an-organik). Semakin tingginya minat konsumen atas
produk pertanian organik, dapat dihitung dari bertambahnya areal penanaman padi
organik (Pikiran Rakyat, 2005).
Terdapat kurang lebih 22 jenis padi – padian (Oryza). Jenis O. Sativa dan O.
Gilberrina adalah jenis yang dibudidayakan, sedangakan lannya adalah
jenis-jenis yang tumbuh liar. O. sativa merupaka jenis yang paling banyak
tersebar ke seluruh dunia. Rojolele merupakan contoh varietas lokal yang unggul
dan dikembangkan di Indonesia. Varietas ini disenangi oleh konsumen dan petani
kerana harga jualnya yang tinggi hampir dua kali harga IR 64 serta rasanya yang
enak (Keputusan Mentreri Pertanain No. 126/Kpts/TP.240/2/2003).
Padi organik merupakan pembudidayaan komoditas padi
dengan menggunakan sistem yang ramah lingkungan. Penggunaan pestisida saat ini
sangat mengganggu lingkungan karena menyebabkan kesuburan tanah menurun bahkan
mengakibatkan pembengkakan biaya produksi yang berujung pada penurunan
pendapatan petani. Menurut Nurasa (2003) usahatani memiliki tiga komponen biaya
yang cukup besar, yaitu komponen pupuk (organik maupun buatan), pestisida dan
komponen tenaga kerja mencakup pemeliharaan, panen dan pasca panen. Ketiga
komponen tersebut, pupuk merupakan komponen biaya tertinggi dari total biaya
produksi. Pada pertanian organik pupuk dan pestisida yang digunakan berasal
dari bahan organik dan pupuk kandang yang berasal dari limbah tanaman atau
hewan atau produk sampingan seperti pupuk kompos yang berasal dari jerami
(Balasubaramanian dan Bell, 2003). Guna mengendalikan hama dan penyakit yang
menyerang tanaman maka digunakan biopestisida yang berasal dari bahan aktif
tumbuhan. Hal ini tentunnya akan menguntungkan bagi lingkungan sekitarnya
karena keseimbangan unsur hara terjaga dan ini merupakan bentuk upaya
mewujudkan pertanian yang berkelanjutan. (Penulis: Annita Rahmawati)
DAFTAR PUSTAKA
Nurasa. 2003.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumah Tangga Pertanian di
Kelurahan Setugede Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi, Vol.23, No.2, Hal.
133-158
Oktaviani, R. dan Sahara. 2004. Beras,
Ketahanan Pangan dan ”World Trade Organization”. Mimbar Sosek Vol. 17 No.
2: Agustus (1-24).
Pikiran Rakyat. 2005. Naik Tajam,
Permintaan Hasil Pertanian Organik. (Online) http://www.pikiran-rakyat.com.
Diakses tanggal 19 Maret 2007
Sanjaya, Y., 2004. Perbandingan
Pengunaan Insektisida dan Sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Terhadap
Kelimpahan Plankton. Journal of Biological Science, Biosmart. Vol. 6 Nomor 2.,
pp 135.
The Soil Association and Sustain: the
alliance for better food and farming. 2011. Myth and Reality, Organik vs Non-
Organik: The Fact. http://www.soilassociation.org.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2014.
Utami, S.N.H. dan S. Handayani. 2003.
Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik. Ilmu Pertanian 10(2): 63-69.
Komentar
Posting Komentar