Ketahanan
Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dan
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata, dan
terjangkau.(Pasal 1 PP No.68 tahun 2002)
Globalisasi
Pangan
Kelaparan di negeri ini tidak hanya terjadi karena kesalahan kebijakan lokal, tetapi lebih besar karena peran dunia internasional dalam permainan globalisasi pertanian, dimana kita terjebak di dalamnya. Indonesia merupakan anggota dari berbagai organisasi multilateral, termasuk WTO (World Trade Organization). Negeri ini dijuluki sebagai good boy, karena sikap patuhnya menjalani kebijakan-kebijakan yang didesain WTO, termasuk kebijakan di bidang pertanian yang disebut Agreement of Agriculture (AoA).
Melalui program structural adjustment dari Agreement on Agriculture (AoA) WTO, IMF dan Bank Dunia, mendesak tarif bea masuk pasar domestik yang sangat ramah impor, dan menyulap Indonesia menjadi negara berkembang paling liberal di dunia. Impor pun melonjak tinggi, sebaliknya, ekspor komoditas pertanian merosot. Sejak tahun 1994 Indonesia jatuh dari net food exporter country menjadi net importer country. Dari hari ke hari, angka ketergantungan impor atas berbagai komoditas pangan terus menanjak.
Skenario globalisasi menghancurkan pasar pertanian Indonesia, dan menggeser basis produksi pangan, dari produksi mandiri menjadi lebih pada impor. Enam tahun setelah AoA disepakati, impor beras melonjak sampai 664%. Impor gula, dalam kurun waktu yang sama, meroket sampai 356%. Di sisi lain, produktivitas dalam negeri semakin menurun karena adanya ‘keharusan’ pencabutan subsidi pupuk, benih, dan pestisida. AS mendominasi hampir semua produk impor pangan, disusul Cina dan Australia. Impor beras dan palawija pada tahun 2001 sebagian besar dipasok dari AS. Terbukanya pasar domestic lebar-lebar telah memaksa petani kita yang gurem, miskin dan tradisional untuk bertarung dengan petani Negara-negara maju yang kaya, modern dan ditopang dengan proteksi dan subsidi oleh negara-negaranya.
Tahun 2020, Indonesia bakal mengalami kekurangan beras sebanyak 136 juta kg. Hal ini terjadi karena melemahnya kedaulatan pangan di Indonesia. “Untuk itu, diperlukan diversifikasi pangan mulai sekarang.” Sedangkan konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi yakni mencapai 139 kg/kapita/tahun. Padahal, seharusnya konsumsi idealnya di angka 87 kg/kapita/tahun. Adapun kondisi riilnya, sangat sulit mensubsitusi pangan lokal secara nasional. Salah satu contohnya, orang Papua yang dulunya mengonsumsi sagu sebagai bahan pokoknya, sekarang beralih mengonsumsi beras. Orang Papua mengonsumsi beras karena merasa lebih bergengsi. Oleh karena itu jika ingin menyukseskan program diversifikasi pangan diperlukan kerjasama semua pihak. Kerjasama ini adalah program diversifikasi pangan dan produksi bahan pangan. Untuk nonberas sebaiknya dikelola langsung pemerintah daerah (pemda) sedangkan peningkatan produksi beras tetap dikelola pemerintah pusat. (Prof Sumardjo, 2009).
Dalam hal ini pemerintah telah berupaya mengantisipasinya dengan Proyek Padi Indonesia 2020 yang bertujuan untuk menghasilkan jenis padi yang memiliki umur pendek, produktivitas tinggi serta tahan kering atau efisiensi dalam penggunaan air. Selain itu juga adanya perubahan iklim yang menyebabkan cuaca tak menentu serta areal pertanaman yang semakin menyempit. Untuk menghadapi tantangan tersebut kita akan mengembangkan Proyek Padi Indonesia 2020 dengan kriteria umur 90 hari, produktivitas mencapai 10 ton per hektar serta tahan kering.
Saat ini sudah ada varietas padi yang memiliki umur pendek yakni 90 hari, produktivitas mencapai 10 ton per hektar dan tahan terhadap kering. Namun, tambahnya, umumnya varietas yang ada tersebut hanya memiliki salah satu dari kriteria tersebut tidak ketiganya sekaligus, sehingga belum mampu menghadapi persoalan ketahanan pangan saat ini maupun ke depan.
Wheter one speaks of human right or basic human needs, the right to food is the most basic of all. Unless that right is first fulfilled, the protection of other human rights becomes a mockery for those who must spend all their energy merely to maintain life itself (Presidensial Commission on Hunger, 1980).
Kelaparan di negeri ini tidak hanya terjadi karena kesalahan kebijakan lokal, tetapi lebih besar karena peran dunia internasional dalam permainan globalisasi pertanian, dimana kita terjebak di dalamnya. Indonesia merupakan anggota dari berbagai organisasi multilateral, termasuk WTO (World Trade Organization). Negeri ini dijuluki sebagai good boy, karena sikap patuhnya menjalani kebijakan-kebijakan yang didesain WTO, termasuk kebijakan di bidang pertanian yang disebut Agreement of Agriculture (AoA).
Melalui program structural adjustment dari Agreement on Agriculture (AoA) WTO, IMF dan Bank Dunia, mendesak tarif bea masuk pasar domestik yang sangat ramah impor, dan menyulap Indonesia menjadi negara berkembang paling liberal di dunia. Impor pun melonjak tinggi, sebaliknya, ekspor komoditas pertanian merosot. Sejak tahun 1994 Indonesia jatuh dari net food exporter country menjadi net importer country. Dari hari ke hari, angka ketergantungan impor atas berbagai komoditas pangan terus menanjak.
Skenario globalisasi menghancurkan pasar pertanian Indonesia, dan menggeser basis produksi pangan, dari produksi mandiri menjadi lebih pada impor. Enam tahun setelah AoA disepakati, impor beras melonjak sampai 664%. Impor gula, dalam kurun waktu yang sama, meroket sampai 356%. Di sisi lain, produktivitas dalam negeri semakin menurun karena adanya ‘keharusan’ pencabutan subsidi pupuk, benih, dan pestisida. AS mendominasi hampir semua produk impor pangan, disusul Cina dan Australia. Impor beras dan palawija pada tahun 2001 sebagian besar dipasok dari AS. Terbukanya pasar domestic lebar-lebar telah memaksa petani kita yang gurem, miskin dan tradisional untuk bertarung dengan petani Negara-negara maju yang kaya, modern dan ditopang dengan proteksi dan subsidi oleh negara-negaranya.
Tahun 2020, Indonesia bakal mengalami kekurangan beras sebanyak 136 juta kg. Hal ini terjadi karena melemahnya kedaulatan pangan di Indonesia. “Untuk itu, diperlukan diversifikasi pangan mulai sekarang.” Sedangkan konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi yakni mencapai 139 kg/kapita/tahun. Padahal, seharusnya konsumsi idealnya di angka 87 kg/kapita/tahun. Adapun kondisi riilnya, sangat sulit mensubsitusi pangan lokal secara nasional. Salah satu contohnya, orang Papua yang dulunya mengonsumsi sagu sebagai bahan pokoknya, sekarang beralih mengonsumsi beras. Orang Papua mengonsumsi beras karena merasa lebih bergengsi. Oleh karena itu jika ingin menyukseskan program diversifikasi pangan diperlukan kerjasama semua pihak. Kerjasama ini adalah program diversifikasi pangan dan produksi bahan pangan. Untuk nonberas sebaiknya dikelola langsung pemerintah daerah (pemda) sedangkan peningkatan produksi beras tetap dikelola pemerintah pusat. (Prof Sumardjo, 2009).
Dalam hal ini pemerintah telah berupaya mengantisipasinya dengan Proyek Padi Indonesia 2020 yang bertujuan untuk menghasilkan jenis padi yang memiliki umur pendek, produktivitas tinggi serta tahan kering atau efisiensi dalam penggunaan air. Selain itu juga adanya perubahan iklim yang menyebabkan cuaca tak menentu serta areal pertanaman yang semakin menyempit. Untuk menghadapi tantangan tersebut kita akan mengembangkan Proyek Padi Indonesia 2020 dengan kriteria umur 90 hari, produktivitas mencapai 10 ton per hektar serta tahan kering.
Saat ini sudah ada varietas padi yang memiliki umur pendek yakni 90 hari, produktivitas mencapai 10 ton per hektar dan tahan terhadap kering. Namun, tambahnya, umumnya varietas yang ada tersebut hanya memiliki salah satu dari kriteria tersebut tidak ketiganya sekaligus, sehingga belum mampu menghadapi persoalan ketahanan pangan saat ini maupun ke depan.
Wheter one speaks of human right or basic human needs, the right to food is the most basic of all. Unless that right is first fulfilled, the protection of other human rights becomes a mockery for those who must spend all their energy merely to maintain life itself (Presidensial Commission on Hunger, 1980).
By : PERS - HUMAS
Komentar
Posting Komentar